Tradisi Budaya Ruwatan Suro

Tradisi Budaya Ruwatan Suro

Bulan Suro atau Muharram adalam bulan awal atau dikatakan tahun baru dalam penanggalan Islam atau penanggalan jawa. Semua daerah atau wilayah memiliki adat dan budaya tersendiri dalam menyambut Tahun baru, jika suku tionghua merayakan tahun baru dengan budaya cina, maka di jawa memperingati tahun baru jawa dibulan suro dengan berbagai adat budaya. Tahun baru merupak sebuah awal tahun yang senantiasa dijadikan penyemangat baru dan sebagai langkah baru untuk memulai jalan kehidupan, memulai baru dan menghapus segala hal keburukan dimasa lampau atau setahun terakhir, makna malam satu suro banyak diadakan berbagai ritual/upacara maupun kegiatan perenungan semasa setahun terakhir. Dari sanalah bermula adat budaya Ruwatan Agung. Ruwatan yang berasal dari kata Ruwat atau Rawat yaitu menjaga dan memelihara batin dan jiwa kita agar senantiasa mendapatkan segala kebaikan dan ketentraman, terutama ruwatan dibulan suro atau awal tahun agar dalam menjalani kehidupan ditahun yang baru menjadi lebih baik dari tahun kemarin.

Tradisi Budaya Ruwatan Suro

Tahta Mataram menggelar Upacara Tradisi Sakral Pemaksimalan penguncian Power dan Ruwatan Agung satu suro di OW Waduk Gajah Mungkur dan dikhususkan hanya untuk Anggota, Sebagai upaya dalam mempertahankan tradisi dan budaya masyarakat jawa dalam memperingati Tahun Baru yaitu 1 suro. Selain awal tahun baik untuk melakukan perenungan dan pembersihan segala kesalahan juga di adakannya tradisi dan budaya lainnya, sepertihalnya melakukan Jamasan pusaka, yaitu pembersihan dan perawatan pusaka seperti keris, tombak dan pusaka lainnya, seperti yang dilakukan di Keraton/kerajaan Solo saat awal tahun 1 suro diadakannya jamasan dan kemudian dilakukannya kirab pusaka disekitar keraton solo, Kirab Pusaka keraton solo biasanya identik dengan arak-arakan yang dimulai dari Kyai Slamet atau Kebo Bule yang memimpin dan kemudian diikuti pusaka-pusaka Keraton. Acara Kirab ini sudah menjadi tradisi Tahunan di solo, sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk mengikuti dan menyaksikan acara ini, selain itu juga banyak masyarakat yang memanfaatkan moment ini untuk mencari berkah dari pusaka maupun dari kyai slamet (kebo bule ) yang konon cerita sebagai penunggu atau penjaga gedong pusaka Keraton solo.

Tradisi Budaya Ruwatan Suro

Selain pembersihan diri, ruwatan, jamasan pusaka, bahkan kirab yang ada disolo, ada juga yang memanfaatkan momentum 1 suro dengan melakukan tirakat tirakat khusus seperti bersemedi disuatu tempat atau berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk menuju suatu tempat tertentu dengan harapan mendapatkan berkah ilham selama pergantian tahun. Beda Halnya dengan Tahun baru masehi yang ditandai dengan kemeriahan kembang api dan berfoya-foya, dalam budaya masyarakat jawa, pergantian tahun 1 suro banyak diagendakan dengan acara sakral dan tirakat. Selain tirakat-tirakat khusus peringatan bulan suro banyak pula di adakan Wayangan mengeti wulan suro.

Tradisi Budaya Ruwatan Suro, ruwatan agung 1 suro, ruwatan suro, jamasan pusaka, ritual bulan suro, kirab pusaka keraton solo, kebo bule, kyai slamet keraton solo, wayangan bulan suro, tradisi ruwatan satu suro, mitos malam satu suro, ruwat murwokolo, tradisi ruwatan jawa, ruwatan tahta mataram